Hingga saat ini, prosedur standar untuk menangani liver/hati yang akan ditransplantasi adalah dengan menyimpannya dalam suhu dingin. Pada jurnal Nature, Narsalla et al, melaporkan hasil uji klinis yang membandingkan dua metode penyimpanan organ, yaitu:
- Metode pertama: penyimpanan liver dalam larutan preservasi dan suhu dingin (dalam es).
- Metode kedua: penyimpanan dalam mesin yang mengalirkan organ dengan darah yang mengandung nutris dan oksigen serta dikondisikan sesuai dengan suhu tubuh (37 ०C).
Metode kedua disebut sebagai normothermic machine perfusion (NMP), teknik ini memungkinkan fungsi organ dapat dimonitor sebelum transplantasi.
Terhadap 200 orang yang menerima transplantasi liver, secara acak dilakukan dua jenis metode penyimpanan liver sebelum transplantasi. Hasilnya adalah sebagai berikut:
(a) Metode pertama, penyimpanan liver dalam es: pada metode ini terjadi penurunan ATP (adenosine triphosphate), peningkatan senyawa ROS (reactive oxygen species) yang beracun, dan kerusakan sel mitokondria ketika aliran darah kembali diberikan setelah transplantasi
(b) Metode kedua, NMP, liver yang akan didonor dikondisikan pada suhu tubuh (37 °C) dengan menggunakan mesin. Mesin tersebut memompa darah terdeoksigenasi keluar dari liver, kemudian memberikan darah beroksigen yang mengandung nutrisi dan faktor-faktor penting seperti bile salt, heparin,dan insullin ke liver. Dengan menggunakan metode NMP, kerusakan liver lebih sedikit dibandingkan penyimpanan liver dalam es yang ditunjukkan dengan jumlah ATP yang lebih tinggi dan ROS yang lebih rendah dibandingkan liver yang disimpan dalam es.
(c) Dimasa yang akan datang metode NMP dapat diadaptasi untuk memperbaiki kerusakan liver sebelum dilakukan transplantasi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan, adalah dengan menambahkan growth factors atau pemberian sel punca.
Sumber:
https://www.nature.com/articles/d41586-018-04458-w
Komentar
Posting Komentar