Langsung ke konten utama

Down Syndrome

Sebagian besar kasus down syndrome disebabkan oleh kromosom 21 (kromosom terkecil pada manusia) yang tidak berpisah dengan baik saat pembentukan sel sperma atau sel telur, sehingga saat terjadi pembuahan, embrio akan memiliki ekstra kromosom 21 (Gambar 1). Embrio yang membawa kromosom dalam jumlah ekstra akan mendapatkan produk berlebih dari gen yang diekspresikan oleh ekstra kromosom tersebut, sehingga dapat mengganggu kerja protein dan reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tubuh.



Pada tahun 40-an, sebagian besar anak down syndrome tidak dapat mencapai usia remaja akibat masalah kesehatan yang rentan diderita, seperti congenital heart defects, immunodefisiensi, dan leukimia. Saat ini dengan penanganan kesehatan yang lebih baik, penderita down syndrome dapat mencapai usia hingga 60-an tahun. Penanganan kesehatan terhadap down syndrom diantaranya adalah pemberian antibiotik hingga operasi katup jantung. Saat ini, terapi yang dilakukan terhadap penderita down syndrome juga menunjukkan adanya perbaikan IQ, kemampuan berbicara, belajar dan mengingat.

Pengembangan pengobatan down syndrome

Terdapat beberapa jenis pengobatan yang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, diantaranya adalah:
·         ELND005
·         RG1662
·         Picrotoxin
·         Sonic hedgehog
·         Genetic off switch

ELND005

Pasien down syndrome memiliki jumlah myo-insitol yang tinggi pada otak, terutama pada bagian hippocampus, daerah yang berperan untuk mengingat dan belajar. Sekitar 75% penderita down synrome pada saat mencapai usia 40-an akan memiliki plak seperti penderita Alzheimer dan demensia. Hal tersebut dapat disebabkan karena penderita down syndrome memiliki gen pengkode protein prekursor amiloid berlebih pada kromosom 21.

Pengobatan untuk menangani plak pada penderita down syndrom adalah pemberian obat ELND005. ELND005 dapat mengurangi jumlah myo-insitol sehingga dapat membantu efektivitas komunikasi neuron dan mencegah pembentukan plak.

RG1662

RG1662 merupakan obat trial dari perusahaan La Roche, Swiss. Target dari senyawa RG1662 adalah memperbaiki memory deficit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara aktivitas inhibitor dan exitator pada otak. Berdasarkan penelitian pada model tikus yang memiliki trisomi pada kromosom yang serupa dengan kromosom 21 manusia, kelebihan kromosom menyebabkan inhibisi aktivitas otak. Inhibisi tersebut menghambat kemampuan untuk belajar.

Picrotoxin

Senyawa yang berperan menginhibisi aktivitas otak/neurotransmiter adalah GABA. William Mobley, seorang neurosaintis dari Standford University, USA mencoba untuk menahan aktivitas GABA menggunakan senyawa picrotoxin. Picrotoxin merupakan senyawa kristalin dari tumbuhan yang mencegah GABA berikatan dengan reseptornya, yaitu GABAA. Pada percobaan terhadap tikus, senyawa ini berhasil bekerja dan aktivitas otak menjadi normal, namun senyawa picrotoxin berbahaya terhadap manusia karena dapat menyebabkan kejang. Beberapa peneliti dan perusahaan farmasi saat ini terus melakukan pencarian senyawa yang dapat menahan aktivitas GABA tanpa menimbulkan kejang

Sonic hedgehog

Saat dewasa, penderita down syndrome memiliki ukuran otak 20% lebih kecil dan jumlah neuron yang lebih sedikit dibandingkan kontrol normal. Penelitian oleh Roger Reeves dari John Hopkins University, USA, terhadap tikus menunjukkan perkembangan otak pada kontrol normal setelah kelahiran berlangsung sangat pesat, namun pada kontrol down syndrome perkembangan otak saperti kehilangan sinyal untuk memulai sehingga perkembangannya menjadi lebih lambat dan tidak dapat mencapai ukuran dan fungsi yang sesuai.

Sonic hedgehog merupakan growth factor yang berfungsi pada banyak aspek dalam perkembangan tubuh. Kelompok penalitian yang diketuai oleh Reeves menyuntikkan sonic hedgehog ke dalam sel pada cerebellum tikus down syndrome yang baru lahir. Hasilnya, otak tikus dapat berkembang pada kecepatan normal dan mencapai ukuran normal. Kemudian, seiring dengan pertumbuhan, terjadi perbaikan kemampuan dalam belajar (Das et al., 2013). Walaupun memperoleh hasil yang baik, namun aplikasi terhadap manusia masih sulit untuk dilakukan. 

Genetic off switch

Jeanne Lawrence, cell biologist dari University of Massachusetts Medical School mengamati bahwa neural stem sel dari manusia yang memiliki ekstra kromosom 21 sangat sulit ditumbuhkan. Sel neuron yang berasal dari penderita down syndrome ketika dikultur hanya sedikit sekali yang berhasil tumbuh, neuron-poor moonscape atau pertumbuhan sel glial berlebih dan tidak sehat. Kemudian Lawrence dan timnya melakukan penelitian untuk me-non-aktifkan salah satu dari ekstra kromosom tersebut.

Lawrence dan timnya berhasil menemukan suatu teknik untuk melakukan “silencing” ekstra kromosom 21 (Jiang et al, 2013). Treatment yang dilakukan adalah memasukkan gen XIST ke dalam salah satu dari tiga kromosom 21. Gen XIST awalnya terdapat pada kromosom X yang berfungsi untuk mematikan (non-aktifkan) salah satu dari dua kromosom X yang ada pada wanita. Gen XIST memproduksi RNA berantai panjang yang dapat menyelubungi kromosom sehingga memicu protein yang menahan proses transkripsi semua gen yang ada pada kromosom tersebut.

Penelitian dilakukan terhadap stem sel dari penderita down syndrome, kemudian salah satu dari tiga kromosom 21 disisipi oleh gen XIST. Hasilnya, kromosom yang disisipi oleh gen XIST menjadi non-aktif. Jun Jiang, anggota tim Lawrence melaporkan bahwa stem sel dari penderita down syndrome yang sudah ditreatment dengan gen XIST berhasil terdiferensiasi menjadi sel neuron dan dapat berkembang dengan normal.

Penelitian selanjutnya akan dilakukan pengujian terhadap tikus dengan cara mengekstrak stem sel neural dari model tikus down syndrome kemudian ditreatment dengan XIST, lalu ditransplantasikan kembali pada hippocampi untuk diamati apakah sel yang telah ditreatment dapat berkembang serta memperbaiki kemampuan belajar dan memori. Selanjutnya akan diteliti juga strategi pengujian untuk mengirimkan gen XIST secara langsung ke neural stem sel pada hippocampi janin tikus untuk diamati apakah gen yang diinjeksi dapat memperbaiki perkembangan dan fungsi otak janin secara in vivo.

Sumber
http://www.sciencemag.org/content/343/6174/964

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode Pemisahan

Banyak jenis metode pemisahan untuk melakukan pemurnian. Metode pemisahan  yang digunakan bergantung pada sifat fisik dari masing-masing senyawa yang terdapat pada campuran. Berikut adalah bebrapa jenis metode pemisahan: 1.        Kristalisasi Prinsip: Berdasarkan perbedaan kelarutan terhadap suatu pelarut organik. Contoh: Kristalisasi gula (yang mengandung pengotor berupa beberapa jenis garam) dilakukan dengan mengaduk gula dalam etanol panas pada 75 ᵒC. Kristal gula dapat larut, sedangkan garam tidak. 2.        Sublimasi Prinsip: Beberapa jenis senyawa dapat berubah dari fasa padat menjadi fasa gas tanpa melalui fasa cair. Senyawa dapat tersublimasi dapat dipisahkan dari senyawa pengotor yang tidak dapat menyublim pada suhu dan tekanan tertentu. Contoh: Pemisahan Iodin dari natrium klorida (iodin akan menyublim, sedangkan natrium klorida tidak) Pemurnian senywa naftalen, asam benzoat, antracene, dll 3.        Destilasi atau Penyulingan

Rekayasa Alga untuk Membuat Bahan Bakar yang Lebih Baik dan Murah

Pada tahun 2009, sebuah pesawat Boeing 737 berhasil terbang dengan menggunakan bahan bakar campuran yang bersumber dari alga. Penerbangan berlangsung selama 90 menit mengelilingi teluk meksiko, hal ini memberi harapan suatu saat bahan bakar dari alga yang memiliki emisi karbon lebih rendah dibandingkan bensin dan solar standar dapat diproduksi secara massal untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Saat ini para ilmuan sedang berjuang dalam mencari cara untuk dapat memproses dan memproduksi bahan bakar bersumber dari alga dengan harga yang dapat berkompetisi dengan bahan bakar minyak bumi. Hal tersebut sangat memungkinkan untuk terjadi dengan teknologi rekayasa genetik. Cara paling sederhana dan mudah untuk membuat bahan bakar dari alga adalah dengan memeras alga untuk memperoleh minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyulingan. Hal ini dapat dipermudah dengan adanya teknologi rekayasa genetik. Contoh: umumnya alga yang tumbuh dalam keadaan “kelaparan” akan memperb

Tahap penyembuhan luka

Tahap-tahap dalam penyembuhan luka adalah sebagai berikut: 1. Hemostasis   Hemostasis adalah tahap awal , terjadi beberapa detik atau beberapa menit setelah luka .  Platelet memproduksi pembeku darah , mencegah hilangnya darah dan masuknya mikroorganisme .  Disamping platelet, dilepaskan juga bermacam sitokin , hormon , dan kemokin (PDGF, TGF-b, EGF, dan FFGF) yang diperlukan untuk aktivasi fasa penyembuhan selanjutnya .  2. Peradangan/inflamasi Pada tahap kedua daerah luka mengalami inflamasi .  Sel imun yang datang pertama adalah neutrofil , dalam 24 jam setelah luka .  Neutrofil mensintesis protease dan senyawa antimikroba seperti reactive oxygen species   (ROS) yang menginisiasi apoptosis.  Kedua produk tersebut menarik perhatian makrofag dan limposit . Keduanya menelan dan mencerna sisa-sisa matriks dan serpihan sel serta mikroorganisme , mencegah infeksi .  Pada tahap ini , daerah yang rusak telah dibersihkan .